Selasa, 30 September 2014

PENGEMBANGAN TANAMAN KAKAO: Kesesuaian Lahan dan Bahan Tanam Unggul

Kondisi saat ini kecenderungan perluasan areal kakao terus berlanjut, walaupun tidak setajam periode 1985-1995 yang laju perluasannya rata- rata diatas 20% pertahun, sedangkan pada periode 1995-2002 rata-rata hanya 7,5% pertahun. 


Dengan kondisi areal yang ada dan masalah serangan hama PBK serta penyakit VSD yang cenderung terus meluas maka produksi kakao  nasional dapat menurun dalam satu dasawarsa mendatang. Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi dengan perluasan areal saat ini tidak dapat  mengimbangi  penurunan  produksi  tanaman  tua  dan renta,  serta serangan hama PBK dan penyakit VSD  sudah  menjadi  ancaman  bagi  produksi  kakao nasional. Oleh karena itu upaya perbaikan perlu segera dilakukan agar produksi kakao  nasional  dapat dipertahankan bahkan  ditingkatkan.

Perbaikan  perkebunan  kakao  dapat  dilakukan  melalui  upaya  rehabilitasi, peremajaan dan perluasan areal dengan bahan tanam unggul dan penerapan teknologi maju.  Di samping  itu,  upaya pengendalian hama PBK dan penyakit VSD perlu terus digalakkan. Diharapkan dengan melakukan  berbagai  upaya  perbaikan  tersebut  maka  perluasan  areal  perkebunan kakao diharapkan terus berlanjut.  Pada periode 2007-2010, areal perkebunan kakao diperkirakan masih tumbuh dengan laju2,5% pertahun sehingga total areal perkebunan kakao  diharapkan  mencapai  1.105.430 ha  dengan total produksi730.000 ton. Pada periode 2010-2025 diharapkan pertumbuhan areal perkebunan kakao Indonesia  terus  berlanjutdengan  laju  1,5%  pertahun,  sehingga  total  arealnya  mencapai 1.354.152 ha pada tahun 2025 dengan produksi 1,3 jutaton.

Untuk mempercepat perbaikan tersebut di atas, pemerintah telah mencanangkan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas Kakao). Gerakan ini akan diremajakan 70.000 ha, direhabilitasi 235.000 ha dan dilakukan intensifikasi terhadap 146.000 ha tanaman kakao di Sembilan provinsi yang meliputi 40 kabupaten sentra produksi kakao. Kebijakan pengembangan agribisnis kakao adalah sebagai berikut:
1. Intensifikasi kebun dengan mengelola penaung secara standard, melakukan pemangkasan, memupuk sesuai rekomendasi, dan mengendalikan organisme pengganggu;
2.  Rehabilitasi kebun dengan menggunakan bibit unggul dengan teknik sambung samping dan sambung pucuk;
3.      Peremajaan kebun tua/rusak dengan bibit unggul;
4.      Perluasan areal pada lahan-lahan potensial dengan menggunakan bibit unggul;
5.      Peningkatan upaya pengendalian hama PBK dan penyakit VSD;
6.      Perbaikan mutu produksi sesuai dengan tuntutan pasar;
7.      Pengembangan industri pengolahan hasil mulai dari hulu sampai hilir, sesuai dengan kebutuhan;
8.      Pengembangan sub sistem penunjang agribisnis kakao yang  meliputi:  bidang usaha  pengadaan  sarana produksi, kelembagaan petani dan lembaga keuangan; dan
9.      Pengembangan  usaha  tani  terpadu  dengan  mengintegrasikan ternak pada perkebunan  kakao.

Kesesuaian Lahan

Produksi kakao akan sangat ditentukan oleh kondisi lahan yang ada, potensi produksi yang dimiliki oleh suatu tanaman akan terekspresi dengan baik bila faktor lingkungan yang diperlukan sesuai. Tanaman kakao akan memberikan tingkat produksi yang lebih baik apabila ditanam pada kondisi yang diinginkan oleh pertanaman kakao tersebut. Tingkat produksi pada lahan yang sesuai akan memberikan tingkat produksi yang maksimal dibandingkan dengan lahan yang dibawah optimum Oleh karena itu lahan merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat penting untuk pertanaman kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada daerah 20° LU - 20° LS, namun daerah pertanaman umumnya berada pada 7° LU -18° LS,

1.      Tanah
Tanaman kakao umumnya dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah tergantung pada sifat dan fisika tanahnya. Kemasaman tanah (pH), kadar bahan organik, unsur hara, kapasitas absorbsi dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan sifat fisik yang meliputi kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, srtuktur dan konsistensi tanah. Selain itu, ketinggian tempat dan kemiringan lahan berlereng datar sampai dengan <8%, lereng optimum <2 %, sangat baik untuk pertanaman.  Sedangkan untuk kemiringan yang lebih tinggi penanaman kakao harus menurut garis kontur. Kemasaman tanah yang ideal untuk tanaman kakao adalah 6-7,5 dan bahan organik tanah tinggi sangat sesuai untuk tanaman kakao. Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir dan 10-20% debu. Tanaman kakao menghendaki solum tanah minimal 90 cm sehingga dapat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao. Tanaman kakao tidak menghendaki adanya air yang menggenang oleh karena itu air adalah unsur yang penting bagi pertanaman. Ketersediaan air  tanah terhadap kondisi drainase, serta bahaya banjir, harus menjadi perhatian untuk pengelolaan pertanaman kakao.  Masalah hidrologi pada pertanaman kakao lebih berupa teknis pengaturan tata air/drainase yang berdampak langsung terhadap proses pertumbuhan tanaman, khususnya di lahan-lahan yang sering atau selalu tergenang.

2.      Iklim
Curah hujan yang sesuai untuk pertanaman kakao  adalah pada kisaran 1100-3000 mm, dengan distribusi curah hujan sepanjang tahun. Curah hujan diatas 4500 mm pertahun kurang baik untuk tanaman kakao karena  kondisi hujsn seperti ini akan mendorong kelembapan yang tinggi sehingga akan dapat menyebabkan penyakit busuk buah kakao yang merupakan penyakit utama pada tanaman ini. Daerah yang memiliki curah huajn kurang dari 1200 mm per tahun masih dapat ditanami kakao tentu dengan pengelolaan yang baik misal memberikan naungan atau dibantu dengan air irigasi.  Iklim yang edial untuk tanaman kakao adalah daerah yang memiliki tipe iklim A (menurut Koppen) atau B ( menurut Schemidt dan Fergusson). Pola penyebaran hujan yang merata akan sangat berpengaruh terhadap penyebaran panen pada tanaman kakao, sedangkan temperatur 30-320C.   Kakao merupakan tanaman C3 (tanaman lindung) yang mampu berfotosintesis pada suhu rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari total pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya dalam berfotosintesis setiap daun yang telah membuka sempurna berada dalam kisaran 3-30% cahaya matahari atau 15% cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan dengan proses membukanya stomata lebih besar bila cahaya matahari yang diterima lebih banyak.
Persiapan Benih

Pada awalnya jenis kakao yang banyak ditanam adalah jenis criollo {fine flavour cocoa) sehingga kakao dari Indonesia terkenal bermutu baik (jenis edel cocoa/kakao mulia). Jenis  ini memerlukan teknik budidaya yang intensif sehingga kakao mulia hanya diusahakan  oleh Perusahaan Perkebunan Negara yang saat ini terbatas di usahakan oleh PTPN XII di Jawa Timur. Kakao mulia memiliki citarasa yang sangat baik sehingga kakao ini sangat diperlukan oleh para konsumen, dan dipasaran dunia edel cacao sangat diminati dengan harga yang sangat tinggi. Klon atau bahan tanaman kakao mulia yang tersedia di Indonesia adalah DR 1, DR 2, DR 38, DRC 16 dengan tingkat produktivitas 1-1,5 ton biji kering/ha/th yang merupakan klon anjuran lama dan yang merupakan klon baru adalah ICCRI 1 dan ICCRI 2 dengan potensi produktivitas 2 ton /ha/th. Ciri utama kakao mulia ini adalah kotiledone biji berwarna putih saat masih segar dan bila sudah kering berwarna cerah, di pasaran dunia kakao ini dikenal dengan jenis penghasil biji kakao yang berkualitas tinggi. Untuk menghasilkan biji yang berkualitas tinggi yang memiliki cita aroma yang khas perlu difermentasi, selain itu bahan tanam yang digunakan harus klonal bukan berasal dari biji seperti kakao lindak yang umumnya dikembangkan oleh rakyat (95%).

Permasalahan yang sedang terjadi pada perkebunan kakao di Indonesia yang didominasi oleh perkebunan rakyat saat ini adalah adanya serangan penyakit busuk buah dan VSD. Kedua penyakit ini merupakan penyakit utama tanaman kakao.  Oleh karena,  itu pemanfaatan dan penanaman kakao yang memiliki ketahanan yang baik, produksi tinggi dan mutu baik sangat diperlukan.
Dalam rangka meningkatkan produksi, pengembangan tanaman kakao saat ini menggunakan jenis bulk cocoa {Upper Amazone Hybride), karena relatif tahan terhadap hama dan penyakit, serta produksinya tinggi, meskipun rasanya tidak terlalu baik (sedang). Pembiakannya menggunakan biji turunan pertama (Fl), hasil silangan dari berbagai klon, diantaranya: DR 1 X SCA 6;  ICS 60 X SCA 6; DR 1 X SCA 12;  DR 36 X SCA 6; DR 2 X SCA 6; DR 38 X ICS 6; DR 2 X SCA 12

Klon kakao unggul yang dapat digunakan sebagai bahan pengembangan kakao di Indonesia
No
Nama Klon
Kelompok kakao
Potensi Produksi (ton)
Bobot 1 biji kering
Warna Biji Segar
1
DR1
Mulia
1,2
> 1 g
Putih
2
DR2
Mulia
1,5
> 1 g
Putih
3
DRC16
Mulia
1,5
> 1 g
Putih
4
DR38
Mulia
1,5
> 1 g
Putih
5
ICS60
Lindak
2,0
> 1 g
Ungu
6
TSH 858
Lindak
2,0
> 1 g
Ungu
7
GC7
Lindak
1.7
> 1 g
Ungu
8
Sca 12
Lindak
1.0
> 1 g
Ungu
9
UIT1
Lindak
1,7
> 1 g
Ungu
10
Sca 6
Lindak
1.0
< 1 g
Ungu
11
Sulawesi 1
Lindak
2,0
< 1 g
Ungu
12
Sulawesi 2
Lindak
2.0
< 1 g
Ungu
13
ICS13
Lindak
1.7
> 1 g
Ungu
14
PA 300
Lindak
1.3
> 1 g
Ungu
15
DRC 15
Mulia
1,5
> 1 g
Putih
16
RCC 70
Lindak
1,5
> 1 g
Ungu
17
RCC 71
Lindak
1,5
> 1 g
Ungu
18
RCC 72
Lindak
1,5
> 1 g
Ungu
19
RCC 73
Lindak
1,5
> 1 g
Ungu
20
ICCRI 01
Mulia
2,5
> 1 g
Putih
21
ICCRI 02
Mulia
2,5
> 1 g
Putih
22
ICCRI 03
Lindak
2,5
> 1 g
Ungu
23
ICCRI 04
Lindak
2,5
> 1 g
Ungu
Sumber: Puslit Koka, 2008.
Tanaman kakao bisa diperbanyak secara generatip (dengan biji) atau secara vegetatip (dengan setek atau okulasi), namun yang banyak dipakai adalah perbanyakan dengan biji.

Mempersiapkan biji
Biji diambil dari buah yang telah matang, namun pulpnya belum kering. Biji yang diambil yang berada pada 2/3 bagian tengah dari buah (biji ari pangkal dan ujung dibuang). Berat biji berikut pulpnya ± 2,5 gr/butir. Biji terpilih dibersihkan dari pulpnya dengan jalan menggosok biji dengan abu dapur, atau direndam dalam air kapur (25 g/L) selama 20 menit lalu digosok dengan tangan. Biji yang telah bersih dilumuri dengan Dithane M-45, lalu dijemur sebentar.

Pengecambahan
Pengecambahan bisa dilakukan pada bedengan atau bak pengecambahan berisi pasir. Bedengan pengecambahan berukuran tinggi (tebal pasir) 20 cm, lebar 1,5 m, dan panjang sesuai kebutuhan. Bedengan dibuat arah utana-selatan dan diberi atap miring terbuat dari pelepah kelapa atau alangalang dengan tinggi atap 2 m (sebelah timur) dan 1,2 m (sebelah barat);
Biji ditanam tegak dengan jarak 3 x 5 cm, dibenamkan 2/3 bagian dengan bakal akar berada di bagian bawah. Biji yang telah ditanam ditutupi dengan karung goni, dan penyiraman dilakukan di atas karung goni. Setelah 4-5 hari, biji telah berkecambah dan karung penutup bisa dibuka;

Pembibitan/pendederan
Kecambah yang telah berumur 21 hari (atau bisa juga berumur 4 -5 hari) kemudian dipindahkan ke tempat pembibitan. Pembibitan biasanya menggunakan polybag berukuran 25 x 30 cm, yang diisi tanah lapisan olah (top soil).. Bibit ditanam ditengah-tengah polibag, kemudian polybag disusun pada bedengan yang lebarnya 1,5 m dan diberi naungan.
Pemeliharaan bibit meliputi:
(1) penyiranam, dilakukan 2 kali sehari, pagi dan sore;
(2) penyemprotan dengan insektisida Ekalux atau Orthene (0,3-0,5 %) dan fungisida Dithane (0,2-          0,3%) dilakukan semunggu sekali
(3) penjarangan naungan, dimulai umur 2-2,5 bulan (sebanyak 50 %)
(4) pemupukan, dilakukan setelah bebet berumur 2 minggu, dengen jenis dan dosis sbb:

Umur
Jenis Pupuk
Dosis
Aplikasi
Bulan
Minggu
I
II
Bayfolan 0.2 %
2 L/100 bibit
Pada daun
II
I
Bayfolan 0.2 %
3 L/100 bibit
Pada daun

II
Bayfolan 0.2 %
4 L/100 bibit
Pada daun

III
Bayfolan 0.2 %
6 L/100 bibit
Pada daun
III
I
Compound (20-12-5-2)
2 g/tanaman
Ke dalam tanah, 3 cm dari batang

II
Compound (20-12-17-2)
5 g/tanaman
sda

III
Compound (20-15-5-2)
5 g/tanaman
sda

Seleksi bibit, dilakukan untuk memisahkan bibit yang kurang baik, yaitu yang menunjukkan gejala: terlalu tinggi atau terlalu pendek/kecil; rusak karena sebab lain seperti bengkok, patah, dsb; bibit yang bercabang.

Artikel terkait:
Mengenal Tanaman Kakao